2/08/2015

Menata kota agar lebih efisien dan cerdas

Kota-kota di berbagai belahan dunia terus berbenah. Mereka merevisi rencana induk tata ruang seiring perubahan iklim, krisis ekonomi  dan keterbatasan lahan. Pengelola kota di negara maju giat melakukan berbagai inovasi agar bisa melayani kebutuhan warganya secara efektif dan menjadi kota yang cerdas.
Krisis finansial global yang melanda hampir seluruh pelosok negara pada 2009, telah membuat pekerjaan baru bagi para perancang kota di dunia. Tata kota yang tidak efisien dituding memberikan kontribusi besar dalam perubahan iklim dan pemanasan global, karena mengonsumsi energi yang sangat besar.
Kota-kota yang sudah maju berbenah dan memperbanyak penyediaan infrastruktur dan transportasi publik. Kota-kota berkembang juga mulai mengadopsi berbagai  teknologi dan inovasi dalam menata kota. Pembangunan gedung-gedung bertingkat diperkotaan mulai dikendalikan dan ditata ulang agar lebih terintegrasi dengan berbagai fungsi publik.

Masalah-masalah tersebut menjadi bahasan utama para perancang kota, arsitek, dan peneliti masalah urban di berbagai dunia yang tergabung dalam Asosiasi Pengembangan Kota Internasional (INTA/ International Urban Development Association) pada 5-8 Oktober 2009, di Kaosihung dan Taipei, Taiwan.
Presiden INTA Budiarsa Sastrawinata mengatakan sejumlah kota maju di dunia memang tengah merancang kembali arah pembangunan kota yang lebih efisien dan efektif. Krisis global dijadikan momentum bagi perancang dan pemerintahan kota untuk melakukan riset dan membenahi kota menjadi semakin cerdas dalam melayani kebutuhan masyarakatnya.
“Krisis menjadi momentum para perancang kota untuk melakukan riset, mencari cara baru dalam menata kota yang lebih efisien. Sebagian negara bahkan  mengevaluasi lagi peran kotanya untuk diperbaiki,” katanya.
Mart Grisel, Director Europe Urban Knowledge Network, Nicis Institute The Netherland mengatakan kota-kota di Eropa juga turut merencanakan kembali arah pembangunan kota setelah ekonomi dunia beranjak pulih. Kota-kota besar mulai melakukan inovasi teknologi menjadi kota yang ramah dan kreatif.
Pemerintah kota di Eropa memberikan berbagai insentif, seperti pengurangan pajak dan kemudahan perizinan kepada sektor swasta untuk menggerakan ekonomi dalam pembangunan kota.
“Sejak krisis, para pemerintah kota melakukan pemangkasan kebijakan untuk kembali menarik swasta berinvestasi dan membangun kota yang murah dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Grisel mengatakan kota sangat mempengaruhi daya saing atau tingkat kompetetif sebuah negara. Ke depan, persaingan tidak hanya terjadi antar negara, tetapi antar wilayah urban. Kota akan menjadi kekuatan baru dalam persaingan ekonomi.
“Kota dan area metropolitan adalah motor pertumbuhan yang berperan penting untuk menggerakan ekonomi negara,” ujarnya.
Kota-kota global seperti London dan Paris terus meningkatkan posisi daya saingnya dengan melakukan pembenahan di sana-sini, terutama manajemen transportasi publik dan  intergasi antar wilayah. Kota seperti Barcelona, Helsinki, Dublin, Berlijn and München juga memperbaiki lokasi-lokasi pusat bisnisnya menjadi lebih ramah terhadap lingkungan dan nyaman bagi warganya.
“Kota global yang udah nyaman dan lebih tertib juga dituntut melakukan perbaikan dan inovasi, sedangkan kota-kota di negara berkembang masih harus berjuang membenahi daerah-daerah kumuh,” katanya.
Salah satu tema sentral dalam kongres INTA yang ke-33 itu adalah masalah inovasi teknologi tata kota dalam membangun transportasi massal untuk melayani publik. Kota harus diciptakan seramah dan senyaman mungkin menjadi pelayan masyarakat.
Kota yang baik harus mampu menyediakan semua kebutuhan dasar warganya dengan akses yang mudah, cepat dan murah. Pembangunan kota tanpa akses transportasi publik yang memadai akan menjadi kota yang boros, dan membuat warganya tidak produktif sehingga menurunkan tingkat kompetensi.
“Kuncinya adalah membangun sistem transportasi massal yang lebih memadai. Ada banyak contoh yang bias diterapkan, mulai dari busway, kereta cepat, “ ujar Dominique Laousse ahli transportasi dari Prancis.
Negara-negara maju yang sudah mempunyai akses transportasi massal  membenahi manajemennya dengan informasi-informasi yang akurat , cepat dan mudah.  Infromasi kedatangan dan keberangkatan  transportasi massal bisa diperoleh warga dimana saja dan kapan saja, melalui berbagai perangkat elektronik. Jadwal kedatangan bus atau kereta juga lebih tepat. Semua transportasi umum, mulai dari kereta, bus, dan taksi diintegrasikan. Pembangunan stasiun dan halte juga harus sinergi.
“Rata-rata lebih dari 50% penduduk kota besar tinggal di daerah penyangga. Mereka adalah komuter yang akan menjadi masalah kota jika tidak ditangani dengan baik. Warga juga harus dilayani  dengan infromasi yang memadai agar bias memutuskan harus naik kendaraan apa, jam berapa dan di mana jika ingin berpergian ke suatu tempat” ujarnya.
Dia mengatakan infromasi itu harus bisa diakses oleh warga pendatang yang baru dating ke kota. Warga pendatang dan turis  tidak perlu lagi bertanya jika ingin berpergian di kota.
Menurut Laousse, penggunaan kendaraan pribadi sebagai sarana transportasi di dalam kota tidak lagi efisien dan boros energi. Kendaraan pribadi harus diatur hanya untuk pergerakan di luar kota. Transportasi dan infrastruktur merupakan sektor kedua terbesar pengguna ruang perkotaan, setelah gedung kantor dan residensial sehingga pembangunannya harus direncankan dengan matang.
Namun, pembangunan kota juga memang tidak bisa mengabaikan masalah-masalah sosial yang selalu menjadi penghambat dalam penataan kota. Mutoo Kusakabe, President Open City Foundation, mengatakan di dalam kota besar ada beragam penduduk dengan karakter berbeda yang harus ditangani secara bijaksana.
Pemerintah kota juga harus berhasil mengakomodir masing-masing kepentingan mulai dari penduduk lokal, pendatang, hingga ekspatriat.  Kota harus menciptakan tempat yang nyaman bagi semua penduduk dari berbagai level dan tingkatan.
“Seluruh kota di dunia mengalami dampak sosial dari pembangunan kota. Harus ada keseimbangan dan pelayanan yang setara bagi semua penduduk agar tidak menimbulkan kesenjangan,” ujarnya.
Sementara itu, Gary Lawrance Urban Strategies Leader Arup Seattle US mengatakan pembangunan gedung juga tidak agi menyusuri koridor sebuah jalan. Model pembangunan yang terkonsentrasi dipinggir jalan raya sudah kuno, karena tidak efisien dalam pemafaatan ruang.
Model pembangunan gedung harus menyebar dengan membuat klaster-klaster baru pada setiap persimpangan jalan raya atau jalan utama.
Pada bagian akhir, INTA merekomendasikan tiga poin utama bagi peñata kota untuk melakukan inovasi dan terobosan dalam merancang ulang sebuah daerah urban. Pertama, perancang kota haru berinovasi membuat model-model tata ruang baru agar lebih efisien, keratif dan ramah lingkungan. Kota yang memperhatikan lingkungan akan menjadi kota yang efisien.
Kedua, proses inovasi harus dilakukan oleh semua pihak, mulai dari pemerintah, swasta, dan masyarakat dengan multisiplin yang ketat. Ketiga, implementasi dari inovasi tadi dilakukan dengan manajemen yang benar dan terarah.
“Setiap kota, bisa berinovasi sesuai dengan kebutuhannya masing-masing dan skala prioritas. INTA tidak mewajibkan satu model pengembangan kota, karena butuh modifikasi sesuai dengan karakterisitik masing-masing daerah,” ujar Budiarsa.

0 comments:

Post a Comment