Kota-kota di
berbagai belahan dunia terus berbenah. Mereka merevisi rencana induk
tata ruang seiring perubahan iklim, krisis ekonomi dan keterbatasan
lahan. Pengelola kota di negara maju giat melakukan berbagai inovasi
agar bisa melayani kebutuhan warganya secara efektif dan menjadi kota
yang cerdas.
Krisis finansial global yang melanda hampir seluruh pelosok negara
pada 2009, telah membuat pekerjaan baru bagi para perancang kota di
dunia. Tata kota yang tidak efisien dituding memberikan kontribusi besar
dalam perubahan iklim dan pemanasan global, karena mengonsumsi energi
yang sangat besar.
Kota-kota yang sudah maju berbenah dan memperbanyak penyediaan
infrastruktur dan transportasi publik. Kota-kota berkembang juga mulai
mengadopsi berbagai teknologi dan inovasi dalam menata kota.
Pembangunan gedung-gedung bertingkat diperkotaan mulai dikendalikan dan
ditata ulang agar lebih terintegrasi dengan berbagai fungsi publik.
Masalah-masalah tersebut menjadi bahasan utama para perancang kota,
arsitek, dan peneliti masalah urban di berbagai dunia yang tergabung
dalam Asosiasi Pengembangan Kota Internasional (INTA/ International
Urban Development Association) pada 5-8 Oktober 2009, di Kaosihung dan
Taipei, Taiwan.
Presiden INTA Budiarsa Sastrawinata mengatakan sejumlah kota maju di
dunia memang tengah merancang kembali arah pembangunan kota yang lebih
efisien dan efektif. Krisis global dijadikan momentum bagi perancang dan
pemerintahan kota untuk melakukan riset dan membenahi kota menjadi
semakin cerdas dalam melayani kebutuhan masyarakatnya.
“Krisis menjadi momentum para perancang kota untuk melakukan riset,
mencari cara baru dalam menata kota yang lebih efisien. Sebagian negara
bahkan mengevaluasi lagi peran kotanya untuk diperbaiki,” katanya.
Mart Grisel, Director Europe Urban Knowledge Network, Nicis Institute
The Netherland mengatakan kota-kota di Eropa juga turut merencanakan
kembali arah pembangunan kota setelah ekonomi dunia beranjak pulih.
Kota-kota besar mulai melakukan inovasi teknologi menjadi kota yang
ramah dan kreatif.
Pemerintah kota di Eropa memberikan berbagai insentif, seperti
pengurangan pajak dan kemudahan perizinan kepada sektor swasta untuk
menggerakan ekonomi dalam pembangunan kota.
“Sejak krisis, para pemerintah kota melakukan pemangkasan kebijakan
untuk kembali menarik swasta berinvestasi dan membangun kota yang murah
dan ramah lingkungan,” ujarnya.
Grisel mengatakan kota sangat mempengaruhi daya saing atau tingkat
kompetetif sebuah negara. Ke depan, persaingan tidak hanya terjadi antar
negara, tetapi antar wilayah urban. Kota akan menjadi kekuatan baru
dalam persaingan ekonomi.
“Kota dan area metropolitan adalah motor pertumbuhan yang berperan penting untuk menggerakan ekonomi negara,” ujarnya.
Kota-kota global seperti London dan Paris terus meningkatkan posisi
daya saingnya dengan melakukan pembenahan di sana-sini, terutama
manajemen transportasi publik dan intergasi antar wilayah. Kota seperti
Barcelona, Helsinki, Dublin, Berlijn and München juga memperbaiki
lokasi-lokasi pusat bisnisnya menjadi lebih ramah terhadap lingkungan
dan nyaman bagi warganya.
“Kota global yang udah nyaman dan lebih tertib juga dituntut
melakukan perbaikan dan inovasi, sedangkan kota-kota di negara
berkembang masih harus berjuang membenahi daerah-daerah kumuh,” katanya.
Salah satu tema sentral dalam kongres INTA yang ke-33 itu adalah
masalah inovasi teknologi tata kota dalam membangun transportasi massal
untuk melayani publik. Kota harus diciptakan seramah dan senyaman
mungkin menjadi pelayan masyarakat.
Kota yang baik harus mampu menyediakan semua kebutuhan dasar warganya
dengan akses yang mudah, cepat dan murah. Pembangunan kota tanpa akses
transportasi publik yang memadai akan menjadi kota yang boros, dan
membuat warganya tidak produktif sehingga menurunkan tingkat kompetensi.
“Kuncinya adalah membangun sistem transportasi massal yang lebih
memadai. Ada banyak contoh yang bias diterapkan, mulai dari busway,
kereta cepat, “ ujar Dominique Laousse ahli transportasi dari Prancis.
Negara-negara maju yang sudah mempunyai akses transportasi massal
membenahi manajemennya dengan informasi-informasi yang akurat , cepat
dan mudah. Infromasi kedatangan dan keberangkatan transportasi massal
bisa diperoleh warga dimana saja dan kapan saja, melalui berbagai
perangkat elektronik. Jadwal kedatangan bus atau kereta juga lebih
tepat. Semua transportasi umum, mulai dari kereta, bus, dan taksi
diintegrasikan. Pembangunan stasiun dan halte juga harus sinergi.
“Rata-rata lebih dari 50% penduduk kota besar tinggal di daerah
penyangga. Mereka adalah komuter yang akan menjadi masalah kota jika
tidak ditangani dengan baik. Warga juga harus dilayani dengan infromasi
yang memadai agar bias memutuskan harus naik kendaraan apa, jam berapa
dan di mana jika ingin berpergian ke suatu tempat” ujarnya.
Dia mengatakan infromasi itu harus bisa diakses oleh warga pendatang
yang baru dating ke kota. Warga pendatang dan turis tidak perlu lagi
bertanya jika ingin berpergian di kota.
Menurut Laousse, penggunaan kendaraan pribadi sebagai sarana
transportasi di dalam kota tidak lagi efisien dan boros energi.
Kendaraan pribadi harus diatur hanya untuk pergerakan di luar kota.
Transportasi dan infrastruktur merupakan sektor kedua terbesar pengguna
ruang perkotaan, setelah gedung kantor dan residensial sehingga
pembangunannya harus direncankan dengan matang.
Namun, pembangunan kota juga memang tidak bisa mengabaikan
masalah-masalah sosial yang selalu menjadi penghambat dalam penataan
kota. Mutoo Kusakabe, President Open City Foundation, mengatakan di
dalam kota besar ada beragam penduduk dengan karakter berbeda yang harus
ditangani secara bijaksana.
Pemerintah kota juga harus berhasil mengakomodir masing-masing
kepentingan mulai dari penduduk lokal, pendatang, hingga ekspatriat.
Kota harus menciptakan tempat yang nyaman bagi semua penduduk dari
berbagai level dan tingkatan.
“Seluruh kota di dunia mengalami dampak sosial dari pembangunan kota.
Harus ada keseimbangan dan pelayanan yang setara bagi semua penduduk
agar tidak menimbulkan kesenjangan,” ujarnya.
Sementara itu, Gary Lawrance Urban Strategies Leader Arup Seattle US
mengatakan pembangunan gedung juga tidak agi menyusuri koridor sebuah
jalan. Model pembangunan yang terkonsentrasi dipinggir jalan raya sudah
kuno, karena tidak efisien dalam pemafaatan ruang.
Model pembangunan gedung harus menyebar dengan membuat
klaster-klaster baru pada setiap persimpangan jalan raya atau jalan
utama.
Pada bagian akhir, INTA merekomendasikan tiga poin utama bagi peñata
kota untuk melakukan inovasi dan terobosan dalam merancang ulang sebuah
daerah urban. Pertama, perancang kota haru berinovasi membuat
model-model tata ruang baru agar lebih efisien, keratif dan ramah
lingkungan. Kota yang memperhatikan lingkungan akan menjadi kota yang
efisien.
Kedua, proses inovasi harus dilakukan oleh semua pihak, mulai dari
pemerintah, swasta, dan masyarakat dengan multisiplin yang ketat.
Ketiga, implementasi dari inovasi tadi dilakukan dengan manajemen yang
benar dan terarah.
“Setiap kota, bisa berinovasi sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing dan skala prioritas. INTA tidak mewajibkan satu model
pengembangan kota, karena butuh modifikasi sesuai dengan karakterisitik
masing-masing daerah,” ujar Budiarsa.
2/08/2015
Menata kota agar lebih efisien dan cerdas
13:52
No comments
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment