LAMONGAN – Menghadapi penerapan pasar bebas Asia Tenggara melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan daya saing SDM melalui pendidikan. Hal tersebut ditandaskan Sekkab Lamongan Yuhronur Efendi saat membuka Seminar Perencanaan Pembangunan Bidang Pendidikan di Ruang Sabha Dyaksa, Senin (22/12).
Dikatakan Yuhronur Efendi, salah satu negara di ASEAN yang
maju, yakni Singapura, bisa melesat bukan karena keunggulan sumber daya alam
(SDA). Namun karena memiliki SDM yang berdaya saing tinggi.
Sementara Indonesia, begitu juga Lamongan yang memiliki SDA
tinggi, masih tertinggal dari Singapura. “Pendidikan ini menjadi kunci penting
untuk meningkatkan daya saing kita jelang pelaksanaan MEA tahun depan, “
ujarnya.
Disebutkan olehnya, saat MEA nanti diberlakukan, bakal
memungkinkan semakin mudahnya setiap negara di ASEAN menjual barang dan jasanya
di ASEAN. Bukan hanya barang dan jasa, Indonesia juga akan dibanjiri tenaga
kerja professional asing jika kita tidak siap.
Menurut Yuhronur Efendi, peningkatkan Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) Lamongan sudah berada di jalur yang benar. Yakni terus naik dari
hanya 68,33 di tahun 2008 menjadi 71,81 di tahuhn 2013.
“IPM Lamongan sudah diatas Bojonegoro dan Tuban. Dengan
faktor pengungkit utama pengungkit IPM Lamongan di tahun 2013 adalah indeks
pendidikan yang mencapai 76,70. Nmaun masih ada beberapa komponen pendidikan
yang masih perlu perhatian bersama, “ pesan dia.
Yuhronur berharap ada perluasan akses pendidikan bagi semua
sehingga angka rata-rata lama sekolah yang masih 7,69 tahun bisa naik lagi.
Juga terkait angka melek aksara yang berada di angka 88,80 persen.
Terkait hal ini, ditambahkan oleh Kepala Badan pusat
Statistik Lamongan Lutfin Fana, angka rata-rata lama sekolah tertinggi adalah
Kota Malang yang mencapai 10,98 tahun. Dan angka melek aksara tertinggi Kota
Surabaya di angka 98,62 persen.
“Sampai saat ini tidak ada satupun negara di dunia yang
berani mengklaim bebas buta aksara. Di Lamongan, buta aksara sebagian besar
berumur 45 tahun ketas, penyandang cacat, akses terbatas pada media tulis dan
keterbatasan akses informasi, “ urai dia